Alhlamdulillah, segala puji bagi
Allah Robb sekalian alam. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad, keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai hari kiamat.
Hati mukmin yang bertauhid penuh
dengan pengagungan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Tauhid dan keimanannya yang
sangat mendalam mengahalanginya dari kata-kata dan perbuatan yang berisikan
pelecehan terhadap sesuatu yang mengandung nama Allah, al-Quran atau Rasul.
Pokok keimanan tidak terhimpun
bersama pelecehan. Sebab tauhid adalah kepasrahan, kepatuhan, penerimaan dan
pengagungan, sedangkan melecehkan Allah dan syariat-Nya menafikan pengagungan.
Karena itu, siapa yang melecehkan
sesuatu yang di dalamnya disebut nama Allah, al-Quran atau Rasul, atau
melecehkan pokok syariat, seperti orang yang melecehkan hijab wanita muslimah,
laki-laki membiarkan jenggotnya, memendekkan pakaiannya, dan hukum-hukum
syariat lainya, maka ia telah terjerumus kedalam kufur yang besar yang
mengeluarkan dari agama. Baik orang itu bersungguh-sungguh maupun bercanda
untuk sekedar membuat orang lain tertawa dan menghibur mereka. Nabi bersabda:
“seseorang benar-benar mengucapkan kata-kata yang dimurkai Allah yang tidak
dipedulikannya yang menyebabkannya dilemparkan ke dalam neraka.” (H.R.
Bukhari).
Maka barang siapa yang duduk di forum
kaum kafir atau munafik dan ia tidak mengingkari mereka, atau meninggalkan
mejelis mereka, berarti ia telah berpartisipasi dengan mereka dalam kekafiran,
berdasarkan firman Allah: “dan sesungguhnya Allah telah menurunkan kekuatan
kepada kamu di dalam al-Quran bahwa bila kamu mendengar ayat-ayat Allah
diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka jangan kamu
duduk bersama mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena
sesungguhnya (jika kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.”
(an-Nisa: 140).
Dari ibnu umar , Muhammad bin kaab ,
zaid bin aslam dan qatadah; hadist dengan rangkuman sebagai berikut,
“bahwasanya ketika perang tabuk, ada seorang yang berkata,
belum pernah aku melihat seperti paraahli baca al quran ini, orang yang lebih
buncit perutnya, dusta lisannya, dan
lebih pengecut dalam peperangan. (maksudnya adalah Rasulullah dan para sahabat
yang ahli baaca al-Quran itu). Maka auf bin malik berkata kepadanya, omong
kosong yang kamu katakana. Bahkan kamu
adalah munafik. Niscaya akan aku beritakan kepada Rasulullah , lalau pergilah
Auf kepada Rasulullah untuk memberitahukan hal tersebut kepada beliau.
Tetapi sebelum dia sampai, telah
turun wahyu al-Quran kepada beliau. Dan ketika orang itu datang kepada
Rasulullah, beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Maka dia
berkata kepada Rasulullah ya Rasulullah sebenarnya kami hanya bersenda gurau
dan mengobrol sebagaimana obroln orang-orang yang berpergian jauh sebagai
pengisi waktu dalam perjalanan kami, kata ibnu umar sepertinya aku melihat dia
berpegangangan pada sabuk pelana unta Rasulullah-, sedang kedua kakinya
tersandung-sandung batu, sambil berkata, sebenarnya kami hanyalah bersebda
gurau dan bermain-main saja. Lalu rasulullah bersabda kepadanya apakah dengan
Allah, ayat-ayatnya dan rasul-Nya kamu berolok-olok beliau mengucapkan itu
tanpa menengok dan tidak bersabda kepadanya lebih dari itu.”
Sesungguhnya nikmat yang telah Allah Ta’ala karuniakan
kepada kita sangat banyak dan anugerah-Nya sangat melimpah. Salah satu nikmat
dan anugerah yang paling agung dan paling besar adalah nikmat Islam yang secara
spesial diberikan oleh Allah Ta’ala kepada kita semua.
Seiring dengan derasnya arus
informasi dan lemahnya keagamaan dalam hati manusia, akhir-akhir ini mulai
nampak sikap yang sangat berbahaya dan merupakan fitnah dalam agama Islam yang
sangat luar biasa, yaitu menghina Allah Ta’ala, agama Islam, Nabi
Muhammad, RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam dan para
shahabat Radhiyallahu Anhum.
Wahai saudaraku!
Beriman kepada Allah Ta’ala itu
harus dilandasi dengan pengagungan dan cinta kepada AllahTa’ala. Tidak
diragukan lagi, bahwa menghina Allah Ta’ala dan mencaci-Nya
bisa menafikan pengagungan itu.
Ibnul Qayim Rahimahullah menuturkan,
“Ruh (spirit) ibadah adalah mengagungkan dan mencintai. Jika salah satunya saja
tidak ada, maka ibadah menjadi rusak. Jika kedua sarana ini disertai dengan
pujaan kepada Allah Ta’ala, maka di situlah pujian yang
sejati. Wallahu A’lam.”
Mencaci-maki, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah Rahimahullah, adalah setiap
perkataan yang ditujukan untuk mencela dan merendahkan sesuatu atau seseorang.
Manusia dengan beragam keyakinannya pasti memahaminya sebagai perkataan
meremehkan, melaknat, menjelekkan, dan lain sebagainya.”
Jadi, mencaci-maki Allah Ta’ala merupakan
kekufuran yang paling jahat, paling buruk dan paling berbahaya dari segala
jenis kekufuran. Jika meperolok-olok Allah Ta’ala saja
dianggap kekufuran, baik seseorang menganggap hal itu boleh atau tidak boleh
dilakukan, maka mencaci-maki Allah jauh lebih buruk lagi.
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata,
“Mencaci-maki Allah Ta’ala dan rasul-Nya adalah tindakan kufur
secara lahir dan batin, entah pelakunya itu masih percaya bahwa tindakannya itu
haram, benar-benar menghalalkannya, ataupun karena lalai.”
Ibnu Rahawaih Rahimahullah berkata,
“Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa orang yang mencaci Allah Ta’ala dan
rasul-Nya adalah kafir, meskipun dia masih percaya kepada kitabullah
(Al-Qur`an).”
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya
(terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan
melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan adzab yang menghinakan
bagi mereka. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan,
tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzaab: 57-58)
Di dalam ayat ini Allah Ta’ala membedakan
antara menyakiti Allah Ta’ala, menyakiti rasul-Nya dan menyakiti
kaum muslimin. Dalam masalah menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan
perempuan, Allah menyatakan orang tersebut telah memikul kebohongan dan dosa
yang nyata. Sementara itu, dalam masalah menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah
menjanjikan pelakunya akan mendapatkan dosa yang besar, dilaknat di dunia dan
di akhirat, dan disediakan siksaan yang pedih untuknya.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa
menyakiti orang-orang mukmin, bisa jadi termasuk dosa besar yang pelakunya
harus dihukum cambuk, dan tidak ada lagi hukuman yang lebih berat dari itu jika
menghina Allah dan Rasul-Nya, kecuali dihukumi sebagai orang kafir dan dijatuhi
hukuman mati.
Al-Qadhi Iyadh Rahimahullah mengatakan,
“Tidak ada perbedaan pendapat di antara kaum muslimin, bahwa orang Islam yang
mencaci Allah Ta’ala itu telah kafir dan darahnya boleh
ditumpahkan yakni dihukum mati.”
Diriwayatkan dari Abdullah, bahwa
Imam Ahmad Rahimahullah ditanya tentang seseorang yang berkata
kepada orang lain dengan nada menghina, “Wahai anak, kamu dan Penciptamu
seperti ini dan ini.” Beliau menjawab, “Orang itu telah murtad dan harus
dipancung kepalanya oleh hakim.”
Ibnu Quddamah Rahimahullah berkata,
“Barangsiapa yang mencaci Allah Ta’ala, maka dia telah kafir, baik
itu dilakukan dalam keadaan bergurau atau tidak.”
Yang mulia syaikh Abdul Aziz bin
Baz Rahimahullah ditanya sebagai berikut, “Bagaimana hukum
mencaci agama Islam atau Allah Ta’ala? Apakah orang yang mencaci
agama itu telah kafir dan murtad? Apakah hukuman yang dijatuhkan kepadanya?
Mohon penjelasannya sehingga kami dapat memahaminya dengan baik, karena hal ini
telah tersebar di masyarakat kami. “
Beliau menjawab, “Mencaci agama Islam termasuk salah satu
jenis dosa besar, begitu juga mencaci Allah Ta’ala. Kedua hal ini
juga merupakan penghancur keislaman yang paling besar dan menjadi sebab
kemurtadan seseorang. Jika pelakunya itu beragama islam, maka dia telah murtad
dan menjadi kafir. Jika bertaubat, maka dia diampuni, dan jika tidak mau
bertaubat, maka kepala negara harus menjatuhkan hukuman mati kepadanya melalui
mahkamah syar’iyyah (pengadilan syariat Islam). Sebagian ulama berpendapat,
orang itu tidak boleh diberi kesempatan bertaubat, tetapi langsung dihukum
mati, karena dia telah melakukan tindak kriminal yang tak terampuni. Hanya
saja, pendapat yang lebih kuat menyatakan, bahwa orang itu tetap diberi
kesempatan bertaubat dengan harapan dia mau bertaubat dan menjalani hidup
normal. Tetapi dia tetap harus dihukum agar jera, dan tidak mengulangi
perbuatannya lagi. Hukuman ini juga berlaku bagi orang yang mencaci Al-Qur`an,
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan nabi-nabi yang
lainnya. Sekali lagi, bahwa mencaci agama Islam, Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam dan mencaci Allah Ta’ala, merupakan
hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang. Begitu juga menghina Allah Ta’ala,
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, surga, neraka, perintah
Allah Ta’alayang berupa shalat, zakat, dan lain sebagainya dapat
mengeluarkan seseorang dari agama Islam.
Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah,
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…”(QS.
At-Taubah: 65-66)
Hanya kepada Allah Ta’ala kita memohon
keselamatan.
Syaikh Muhammad bin Utsaimin Rahimahullah pernah
ditanya, “Bagaimanakah hukumnya seseorang yang mencaci agama Islam saat orang
itu marah, apakah dia terkena hukuman? Apa sajakah persyaratan taubat orang
yang melakukan tindakan seperti ini, karena kami mendengar sebagian ulama
mengatakan, bahwa orang itu telah keluar dari Islam dan hukumannya adalah
istrinya sudah haram bagi dirinya.”
Beliau menjawab, “Hukum orang yang mencaci agama Islam adalah
kafir, karena perbuatan mencaci dan menjelekkan agama Islam itu menjadikannya
murtad (keluar) dari Islam dan dia sudah ingkar kepada Allah Ta’ala dan
agama-Nya. Di dalam Al-Qur`an, Allah Ta’ala menceritakan
tentang satu kaum yang menghina agama Islam, lalu mereka berkata, “Kami hanya
bergurau dan bermain-main.” Allah Ta’ala juga menjelaskan
kepada mereka, bahwa guyonan dan gurauan mereka itu merendahkan Allah,
ayat-ayat-Nya, dan rasul-Nya dan mereka telah kafir. Allah Ta’alaberfirman, “Dan
jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya
kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada
Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak perlu
kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman.” (QS.
At-Taubah: 65-66)
Jadi, menjelekkan agama Islam,
mencaci agama Allah Ta’ala, merendahkan Allah Ta’ala dan
rasul-Nya, adalah tindakan-tindakan yang dapat mengeluarkan pelakunya dari
agama Islam.”
Wahai saudaraku! Hindarilah dan
jauhilah orang-orang itu, agar kamu tidak terkena dosa dan mendapatkan siksa.
Syaikh Muhammad bin Utsaimin Rahimahullah ditanya,
“Bolehkah saya berinteraksi dengan orang-orang yang mencaci Allah Ta’ala?”
Beliau menjawab, “Kamu tidak boleh berada di tengah-tengah
orang-orang yang mencaci AllahTa’ala. Firman Allah Ta’ala, ”Dan
sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab (Al-Qur’an)
bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan
(oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum
mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena (kalau tetap duduk dengan
mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sungguh, Allah akan mengumpulkan
semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahanam” (QS.
An-Nisaa`: 140)
Ya Allah, penuhilah hati kami dengan
cinta-Mu, cinta agama-Mu, kitab-Mu, Nabi-Mu dan cinta para shahabat yang mulia.
Ya Allah, ampunilah kami, dan
saudara-saudara seiman kami yang telah mendahului kami, dan janganlah Engkau
menjadikan hati kami memiliki rasa iri terhadap orang-orang yang beriman.
Semoga shalawat dan salam tetap terlimpahkan kepada nabi Muhammad,
serta keluarga dan para shahabatnya.
Post a Comment