Saudara pembaca yang dirahmati Allah
Subhanahu wa ta’ala permasalahan riba atau renten akhir-akhir ini seakan-akan
sudah berubah menjadi musibah bagi kita umat islam secara umum. Namun
sayangnya, banyak kalangan yang tak ambil pusing entah karena tidak tahu
hakikat hukumnya atau memang sengaja menutupi mata dan berusaha dengan berbagai
trik (cara) untuk mengahalalkannya. Bahkan tak segan-segan di antara orang
berduit yang doyan (suka) riba mendirikan bank berkedok syariah padahal ia
hanya bermuamalah dengan system riba yang telah dimodifikasi sedemikian rupa.
Lantas korbannya tak lain masyarakat tingakat ekenomi rendah, walaupun ada juga
yang dari menengah keatas. Mengingat bahaya riba bagi pelakunya dan dampak
jelek yang ditimbulkan maka kita merasa perlu mengingatkan kembali tentang
masalah ini, sebab: “sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang yang
beriman”. (QS. adz-Zariyat: 55).
Makna Riba
Dalam kamus lisanul arab (14/304)
dijelaskan, makna riba adalah bertambah dan berkembang. Adapun secara istilah
riba adalah suatu tambahan dalam jual beli pada dua barang yang sama-sama mengandung
unsur riba. Jadi tidak semua tambahan dalam jual beli atau yang lainnya dinamai
riba. Misalnya anda menukar satu mobil dengan dua mobil, maka ini boleh karena
mobil tidak mengandung unsur riba. (asy-syarhul-mumthi’: 5/6).
Hukum Riba
Hukum riba adalah haram menurut
al-Quran dan as-sunnah serta kesepakatan para ulama. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Rabbnya, lalu berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya terserah kepada
Allah. Orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni
neraka; mereka kekal didalamnya”. (QS. al-Baqarah:275).
Allah ta’ala mengancam orang-orang yang bermuamalah dengan
riba dengan ancaman yang keras, sebagai mana firman-Nya: “Dan orang-orang yang
memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”. (QS. al-Baqarah:
275).
Dan hadist Jabir radhiayallahu ‘anhu
artinya: “Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, yang memberi riba, orang
yang mencatatnya, dan saksinya. Rasulullah- melanjutkan: “mereka itu semua
sama”. (HR. Muslim: 1598) lihat syarhul mumthi’:5/6).
Bahaya Riba
A. Sebagai bentuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya,
Rasulullah shallahu ‘alahi wasallambersabda:
“Setiap umatku dijamin masuk surga kecuali yang enggan.” Para
shahabat bertanya, “Siapa yang enggan masuk surga wahai Rasulullah?.” Beliau
menjawab, “Barangsiapa yang ta’at kepadaku pasti masuk syurga dan barangsiapa
yang berbuat maksiat (tidak ta’at) kepadaku itulah orang yang enggan (masuk
surga).” (HR.Al-Bukhari).
B. Ibadah haji, shadaqah dan infak dalam bentuk apapun
dari harta riba tidak diterima oleh Allah kalau berasal dari hasil riba,
Rasulullah bersabda dalam hadits yang shahih:
“Sesunguhnya Allah itu baik dan Dia tidak menerima kecuali
dari hasil yang baik.”
C. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
mengabulkan doa orang yang memakan riba, Rasulullahshallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Ada seorang yang menengadahkan tangannya ke langit berdo’a,
“Ya Rabbi, Ya Rabbi, sementara makanannya haram, pakaiannya haram, dan daging
yang tumbuh dari hasil yang
haram, maka bagaimana mungkin do’anya dikabulkan.” (HR.Muslim)
haram, maka bagaimana mungkin do’anya dikabulkan.” (HR.Muslim)
D. Hilangnya keberkahan umur dan membuat pelakunya
melarat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah seseorang memperbanyak harta kekayaan dari hasil
riba, melainkan berakibat pada kebangkrutan dan melarat.” (HR.Ahmad dan Ibnu Majah dan
dishohihkan al-Albani).
E. Memakan riba menjadi sebab utama su`ul khatimah,
karana riba ini merupakan bentuk kezaliman yang menyengsarakan orang lain,
dengan cara menghisap “darah dan keringat” pihak peminjam, itulah yang disebut
rentenir atau lintah darat.
F. Pemakan riba akan bangkit di hari Kiamat kelak
seperti orang gila dan kesurupan. Ayat yang menyebutkan tentang hal ini,
menurut Syaikh Muhammad al-Utsaimin memiliki dua pengertian, yakni di dunia dan
di hari kiamat kelak. Beliau menjelaskan bahwa jika ayat itu mengandungi dua
makna, maka dapat diartikan dengan keduanya secara bersamaan. Yakni mereka di
dunia seperti orang gila dan kesurupan serta bertingkah laku seperti orang
kerasukan syaitan (tidak peduli dan mementingkan diri).
Demikian pula di Akhirat mereka
bangun dari kubur juga dalam keadaan seperti itu.
Sedangkan mengenai ayat, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah,” maka beliau mengatakan kehancuran materi (hakiki) dan maknawi. Kehancuran materi seperti tertimpa bencana dalam hartanya sehingga habis.
Sedangkan mengenai ayat, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah,” maka beliau mengatakan kehancuran materi (hakiki) dan maknawi. Kehancuran materi seperti tertimpa bencana dalam hartanya sehingga habis.
Hikmah Diharamkannya Riba
Saudara pembaca yang dirahmati Allah
Subhanahu wa ta’ala, semua perbuatan Allah ta’ala adalah berdasar hikmah-Nya
yang agung. Termasuk masalah riba ini. Allah tidak mengharamkannya melainkan
berdasar dengan hikmah yang mendalam. Dan diantara hikmah tersebut ialah:
1.
Menjaga harta seorang muslim agar tidak dimakan dengan
cara yang batil.
2.
Mengarahkan kaum muslimin agar mengembangkan hartanya
dalam mata pencaharian yang bebas dari unsur penipuan.
3.
Sebagai upaya menutup semua jalan yang akan mengantarkan
kepada permusuhan sesama muslim (sebab salah satu pihak akan merasa dirugikan).
4.
Menyelamatkan diri dari kebinasaan, karena orang yang
memakan riba adalah zalim, dan orang yang zalim kelak akan binasa.
5.
Membuka kesempatan berbuat baik untuk sesama muslim,
semisal meminjamkan harta tanpa bunga atau yang lainnya.
6.
Dengan memberlakukan riba menyebabkan manusia malas
bekerja, atau bahkan tidak mau bekerja. (Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhajul
Muslim: 290).
Macam-Macam Riba
Riba ada tiga macam:
1.
Riba fadhl, yaitu menukar makanan (pokok) yang
ditimbang atau ditakar dengan jenis yang sama namun ada yang dilebihkan salah
satunya.
2.
Riba nasi’ah, menjual baran dengan sama-sama
mengandung unsur riba walaupun jenisnya berbeda secara tidak kontan.
3.
Riba qordh (pinjaman), yaitu meminjamkan sesuatu
dengan syarat memberi tambahan bunga atau jasa (baik barang itu mengandung
unsur riba atau tidak). (Tudhihul –Ahkam, Abdullah al-Bassam: 4/367-368).
Barang-barang yang mengandung unsur riba
Nabi menerangkan dengan sabda
beliau-: emas dengan emas, perak dengan perak, burr (gandum merah) dengan burr
(gandum merah), kurma dengan kurma, sya’ir (gandum biasa) denan sya’ir (gandum
biasa), dan garam dengan garam. Harus semisal dan kontan. Namun jika benda ini
berbeda jenisnya maka juallah sekehendak kalian dengan syarat harus kontan.”
(HR. Muslim: 2970).
Kebanyakan ulama memahami dari hadis
diatas bahwa hukum riba tidak hanya sebatas dalam enam barang yang tertera
dalam hadis tadi. Namun ia juga berlaku pada barang yang memiliki alasan hukum
serupa dengan yang telah disebutkan Rasulullah dalam sabdanya tadi. Kata
mereka, alasan diharamkannya emas dan perak adalah Karena unsur emas atau
peraknya, walaupun tidak digunakan sebagai alat jual beli. Lantas alasan hukum
yang ada dalam yang selainnya adalah karena ia berupa makanan pokok dan
ditimbang atau ditakar. Namun jika ada orang yang mengatakan: “bagaimana dengan
garam, apakah ia juga makanan pokok?” maka kita katakana seperti syaikhul-islam
ibnu taimiyyah – menjawab “garam sebagai penyempurna masakan maka hukumnya ikit
makanan.” Jadi setiap apa yang membuat masakan enak hukumnya ikut garam.
(as-Syarhul-Mumthi’: 5/7-8).
Kesimpulan, bila kita menjual barang
–barang yang mengandung unsur riba jika jenisnya sama, misalnya gandum dengan
gandum, maka harus terpenuhi dua syarat yaitu kontan (barang ada di tangan )
dan harus semisal (tidak dilebihkan salah satunya). Sedangkan bila jenisnya berbeda
semisal emas dengan perak, maka cukup terpenuhi satu syarat saja yaitu kontan.
Dan ulama telah bersepakat dalam hal ini. (Abdullah al-Bassam,Taudhihul Ahkam:
4/386).
Masalah penukaran uang
Lajnah daimah (mejelis ulama arab
Saudi, red) mengatakan bahwa uang kertas yang kita gunakan sehari-hari juga
termasuk salah satu barang yang tergolong riba. Oleh sebab itu, jika kita
menukarnya dengan mata uang sejenis tidak boleh dilebihkan (semisal jika kita
menukar rupiah dengan rupiah) dan harus kontan. Jika kita menukarnya dengan
berbeda (semisal riyal dengan rupiah) tidak apa-apa bila kita menukarnya dengan
dilebihkan salah satunya, syaratnya harus kontan. Dengan ini pula maka padanya
diwajibkan zakat semisal zakat emas atau perak. (fiqhun-nawzil kar. Muhammad
Husain al-Jizani: 3/10).
Salah satu solusi yang ditawarkan
Syaikh Abu Bakar al-Jazairi, setelah
melihat bahwa bank yang ada sekarang ini tidak telepasa dari unsur riba, beliau
berkata: “barangkali berikut ini adalah sebuah gambaran bank islami yang akan
diharapkan dapat terwujud di masa depan. Yaitu semua kaum muslimin berumpul
untuk mendirikan sebuah wadah yang bernama Khizanatul-Jamaah lantas mereka
memilih seseorang yang pandai dan dapat dipercaya untuk mengurusnya. Kerja bank
ini adalah sebagai berikut:
1.
Menerima tabungan/penitipan uang nasabah tanpa bunga.
2.
Pinjam-memnjam, dengan meminjamkan modal usaha yang
sesuai kepada anggota tanpa pungutan bunga.
3.
Menanam saham dalam setiap usaha yang dapat
meguntungkan bank dalam bidang pembangunan, pertanian, dan lain sebagainya.
4.
Melayani penukaran uang asing bagi para anggotanya
tanpa mengambil keuntungan, bila mempunyai cabang di negeri tujuan penukara.
5.
Setiap akhir tahunya hendaklah diadakan rekap akhir
dan pembagian laba dari para pemegang saham.” (minhajul muslim: 293).
Sebelum kita akhiri pembahasan ini,
saya ingin menyampaikan sebuah renungan bagi kaum muslimin yang masih tetap
mencekik leher saudaranya dengan belitan riba.
Jika anda mengira hidup di dunia ini
hanya sekali, itu memang benar. Namun tahukah anda ia akan terus berlanjut
menuju kehidupan kekal abadi yang manusia akan menyesal bila tidak menghiraukan
arahan Rabbnya semasa hidup di dunia? Maka jika anda mau, nikmatilah ia di
dunia yang hanya sebentar ini dan rasakan tanaman anda kelak di hari yang tiada
bermanfat lagi harta maupun keluarga.Dan ingatlah firman Allah:
“Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang
diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat
cepat hisab-Nya.
(QS.al-Mu’min: 17).
Post a Comment