Segala puji bagi Allah, Pelindung
orang-orang shalih dan shalihah. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (tuhan yang haq
untuk disembah) melainkan Allah semata, Pencipta bumi dan langit. Dan aku
bersaksi bahwa penghulu dan nabi kami, Muhammad adalah utusan-Nya yang terpilih
untuk sebaik-baik seluruh risalah. Semoga Allah berkenan mencurahkan shalawat
kepadanya, keluarga, dan para sahabatnya, serta kepada segenap orang-orang yang
berjalan di atas manhajnya hingga hari dimana langit terpecah dan bumi terbelah
(kiamat kelak). Amma ba’du :
Berbicara mengenai kehidupan yang
baik (al-hayah ath-thaiyibah) merupakan pembicaraan (mengenai suatu model
kehidupan) yang seyogyanya setiap kita menjalani hidupnya (ke arah itu).
Kehidupan, kalau tidak manusia yang menguasainya, maka manusia yang akan
dikuasainya. Berlalunya (unsurunsur
kehidupan, yaitu) waktu demi waktu, kesempatan demi kesempatan, hari demi hari,
dan tahun demi tahunnya atas manusia, maka kalau tidak ia mengantarkan manusia
kepada kecintaan dan keridhaan-Nya, sehingga akhirnya tergolong orang-orang
yang sukses (di dunia) dan tergolong penghuni surga (di akhirat). Atau ia
berlalu atas manusia, kemudian mengantarkan manusia menuju kobaran api neraka
dan kepada kemurkaan Yang Maha Esa lagi Yang Pembuat Perhitungan.
Tak ada orang yang ingin hidupnya
tidak bahagia. Semua orang ingin bahagia. Namun hanya sedikit yang mengerti
arti bahagia yang sesungguhnya.
Hidup bahagia merupakan idaman setiap
orang, bahkan menjadi simbol keberhasilan sebuah kehidupan. Tidak sedikit manusia
yang mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya. Menggantungkan cita-cita
menjulang setinggi langit dengan puncak tujuan teresebut adalah bagaimana hidup
bahagia.
Hidup bahagia merupakan cita-cita
tertinggi setiap orang baik yang mukmin atau yang kafir kepada Allah Subhanahu
Wata’ala. Apabila kebahagian itu terletak pada harta benda yang
bertumpuk-tumpuk, maka mereka telah mengorbankan segala-galanya untuk
meraihnya. Akan tetapi tidak dia dapati dan sia-sia pengorbanannya. Apabila
kebahagian itu terletak pada ketinggian pangkat dan jabatan, maka mereka telah
siap mengorbankan apa saja yang dituntutnya, begitu juga ternyata mereka tidak
mendapatkannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketenaran nama, maka
mereka telah berusaha untuk meraihnya dengan apapun juga dan mereka tidak
dapati. Demikianlah gambaran cita-cita hidup ingin kebahagiaan.
Apakah tercela orang-orang yang
menginginkan demikian? Apakah salah bila seseorang bercita-cita untuk bahagia
dalam hidup? Dan lalu apakah hakikat hidup bahagia itu?
Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban agar setiap
orang tidak putus asa ketika dia berusaha menjalani pengorbanan hidup tersebut.
Hakikat Hidup Bahagia
Mendefinisikan hidup bahagia
sangatlah mudah untuk diungkapkan dengan kata-kata dan sangat mudah untuk
disusun dalam bentuk kalimat. Dalam kenyataannya telah banyak orang yang tampil
untuk mendifinisikannya sesuai dengan sisi pandang masing-masing, akan tetapi
mereka belum menemukan titik terang. Ahli ekonomi mendifinisikannya sesuai
dengan bidang dan tujuan ilmu perekonomian. Ahli kesenian mendifinisikannya
sesuai dengan ilmu kesenian. Ahli jiwa akan mendifinisikannya sesuai dengan
ilmu jiwa tersebut. Mari kita melihat bimbingan Allah Subhanahu Wata’ala dan
Rasul-Nya Muhammad Shalallahu ‘Alahi Wasallam tentang hidup bahagia. Allah
Subhanahu Wata’ala berfirman:
“Kamu tidak akan menemukan satu kaum yang beriman kepada
Allah dan hari akhir saling cinta-mencinta kepada orang yang memusuhi Allah dan
Rasul-Nya walaupun mereka adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka,
saudara-saudara mereka dan keluarga-keluarga mereka. Merekalah orang-orang yang
telah dicatat dalam hati-hati mereka keimanan dan diberikan pertolongan,
memasukkan mereka kedalam surga yang mengalir dari bawahnya sungai-sungai dan
kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka dan mereka ridha kepada Allah.
Ketahuilah mereka adalah (hizb) pasukan Allah dan ketahuilah bahwa pasukan
Allah itu pasti menang.” (QS. AL-Mujadalah: 22)
Dari ayat ini jelas bagaimana Allah
Subhanahu Wata’ala menyebutkan orang-orang yang bahagia dan mendapatkan
kemenangan di dunia dan diakhirat. Mereka adalah orang-orang yang beriman
kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan hari akhir dan orang-orang yang menjunjung
tinggi makna al-wala’ (berloyalitas) dan al-bara’ (kebencian) sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah Shalallahu ‘Alahi
Wasallam. Syaikh As-Sa’di dalam tafsir
beliau mengatakan: “Orang-orang yang memiliki sifat ini adalah orang-orang yang
telah dicatat di dalam hati-hati mereka keimanan. Artinya Allah mengokohkan
dalam dirinya keimanan dan menahannya sehingga tidak goncang dan terpengaruh
sedikitpun dengan syubhat dan keraguan. Dialah yang telah dikuatkan oleh Allah
dengan pertolongn-Nya yaitu menguatkanya dengan wahyu-Nya, ilmu dari-Nya,
pertolongan dan dengan segala kebaikan. Merekalah orang-orang yang mendapatkan
kebagian dalam hidup di negeri dunia dan akan mendapatkan segala macam nikmat
di dalam surga dimana di dalamnya terdapat segala apa yang diinginkan oleh
setiap jiwa dan menyejukkan hatinya dan segala apa yang diinginkan dan mereka
juga akan mendapatkan nikmat yang paling utama dan besar yaitu mendapatkan
keridhaan Allah dan tidak akan mendapatkan kemurkaan selama – lamanya dan
mereka ridha dengan apa yang diberikan oleh Rabb mereka dari segala macam
kemuliaan, pahala yang banyak, kewibawaan yang tinggi dan derajat yang tinggi.
Hal ini dikarenakan mereka tidak melihat yang lebih dari apa yang diberikan
oleh Allah Subhanahu Wata’ala”.
Abdurrahman As-sa’dy dalam mukaddimah
risalah beliau Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah hal. 5 mengatakan:
“Sesungguhnya ketenangan dan ketenteraman hati dan hilangnya kegundah-gulanaan
darinya itulah yang dicari oleh setiap orang. Karena dengan dasar itulah akan
didapati kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki”.
Allah berfirman:
“Baraing siapa yang melakukan amal shleh dari kalangan
laki-laki dan perempuan dan dia dalam keadaan beriman maka Kami akan memberikan
kehidupan yang baik dan membalas mereka dengan ganjaran pahala yang lebih baik
dikarenakan apa yang telah di lakukannya.” (QS. An-Nahl: 97)
Syaikh As-Sa’dy dalam Al-Wasailul Mufiidah lil hayati
As-Sa’idah halaman 9 mengatakan: “Allah memberitahukan dan menjanjikan kepada
siapa saja yang menghimpun antara iman dan amal shaleh yaitu dengan kehidupan
yang bahagia dalam negeri dunia ini dan membalasnya dengan pahala di dunia dan
akhirat”.
Dari kedua dalil ini kita bisa
menyimpulkan bahwa kebahagian hidup itu terletak pada dua perkara yang sangat
mendasar : Kebagusan jiwa yang di landasi oleh iman yang benar dan kebagusan
amal seseorang yang dilandasi oleh ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah
Shalallah ‘Alahi Wasallam.
Kebahagian Yang Hakiki dengan Aqidah yang benar
Orang yang beriman kepada Allah dan
mewujudkan keimanannya tersebut dalam amal mereka adalah orang yang bahagia di
dalam hidup. Merekalah yang apabila mendapatkan ujian hidup merasa bahagia
dengannya karena mengetahui bahwa semuanya datang dari Allah Subhanahu Wata’ala
dan di belakang kejadian ini ada hikmah-hikmah yang belum terbetik pada dirinya
yang dirahasiakan oleh Allah sehingga menjadikan dia bersabar menerimanya. Dan
apabila mereka mendapatkan kesenangan, mereka bahagia dengannya karena mereka
mengetahui bahwa semuanya itu datang dari Allah yang mengharuskan dia bersyukur
kepada-Nya.
Alangkah bahagianya hidup kalau dalam
setiap waktunya selalu dalam kebaikan. Bukankah sabar itu merupakan kebaikan?
Dan bukankah bersyukur itu merupakan kebaikan? Diantara sabar dan syukur ini
orang-orang yang beriman berlabuh dengan bahtera imannya dalam mengarungi
lautan hidup. Allah berfirman;
“Jika kalian bersyukur (atas nikmat-nikmat-Ku ), niscaya Aku
akan benar-benar menambahnya kepada kalian dan jika kalian mengkufurinya maka
sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7).
Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam bersabda:
Dan tidaklah seseorang di berikan satu pemberian lebih baik
dan lebih luas dari pada kesabaran”. ( HR. Bukhari dan Muslim )
Kesabaran itu adalah Cahaya.
Umar bin Khatthab Radhiyallahu ‘Anhu brkata: “Kami menemukan
kebahagian hidup bersama kesabaran”. ( HR. Bukhari)
Mari kita mendengar herannya
Rasululah terhadap kehidupan orang-orang yang beriman di mana mereka selalu
dalam kebaikan siang dan malam:
“Sungguh sangat mengherankan urusannya orang yang beriman
dimana semua urusannya adalah baik dan yang demikian itu tidak didapati kecuali
oleh orang yang beriman. Kalau dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur maka
yang demikian itu merupakan kebaikan baginya dan kalau dia ditimpa mudharat
mereka bersabar maka itu merupakan satu kebaikan baginya”.
Syaikh As-Sa’dy rahilahullah
mengatakan: ”Rasulullah memberitakan bahwa seorang yang beriman kepada Allah
berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buahnya dalam setiap keadaan yang
dilaluinya baik itu senang atau duka. Dari itu kamu menemukan bila dua orang
ditimpa oleh dua hal tersebut kamu akan mendapatkan perbedaan yang jauh pada
dua orang tersebut, yang demikian itu disebabkan karena perbedaan tingkat
kimanan yang ada pada mereka berdua”. Lihat Kitab Al-Wasailul Mufiidah lil
hayati As-Sa’idah halaman 12.
Dalam meraih kebahagiaan dalam hidup manusia terbagi menjadi
tiga golongan.
Pertama, orang yang mengetahui jalan tersebut dan dia berusaha untuk menempuhnya
walaupun harus menghadapi resiko yang sangat dahsyat. Dia mengorbankan segala
apa yang diminta oleh perjuangan tersebut walaupun harus mengorbankan nyawa.
Dia mempertahankan diri dalam amukan badai kehidupan dan berusaha menggandeng
tangan keluarganya untuk bersama-sama dalam menyelamatkan diri. Yang menjadi
syi’arnya adalah firman Allah;
“Hai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan
keluarga kalian dari api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6).
Karena perjuangan yang gigih
tersebut, Allah mencatatnya termasuk kedalam barisan orang-orang yang tidak
merugi dalam hidup dan selalu mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat
sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat Al- ‘Ashr 1-3 dan surat
Al-Mujadalah 22. Mereka itulah orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan
merekalah pemilik kehidupan yang hakiki.
Kedua, orang yang mengetahui jalan kebahagian yang hakiki tersebut namun
dikarenakan kelemahan iman yang ada pada dirinya menyebabkan dia menempuh jalan
yang lain dengan cara menghinakan dirinya di hadapan hawa nafsu. Mendapatkan
kegagalan demi kegagalan ketika bertarung melawannya. Mereka adalah orang-orang
yang lebih memilih kebahagian yang semu daripada harus meraih kebahagian yang
hakiki di dunia dan di Akhirat kelak. Menanggalkan baju ketakwaannya, mahkota
keyakinannya dan menggugurkan ilmu yang ada pada dirinya. Mereka adalah barisan
orang-orang yang lemah imannya.
Ketiga, orang yang sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan tersebut
sehingga harus berjalan di atas duri-duri yang tajam dan menyangka kalau yang
demikian itu merupakan kebahagian yang hakiki. Mereka siap melelang agamanya
dengan kehidupan dunia yang fana’ dan siap terjun ke dalam kubangan api yang
sangat dahsyat. Orang yang seperti inilah yang dimaksud oleh Allah dalm surat
Al-‘Ashr ayat 2 yaitu “Orang-orang yang pasti merugi” dan yang disebutkan oleh
Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 19 yaitu “ Partainya syaithon yang pasti
akan merugi dan gagal”. Dan mereka itulah yang dimaksud oleh Rasulullah dalam
sabda beliau:
Di pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore harinya
menjadi kafir dan di sore harinya mukmin maka di pagi harinya dia kafir dan dia
melelang agamanya dengan harga dunia
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil
dalam hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wasallam, diantaranya adalah
kebahagian hidup dan kemuliaannya ada bersama keteguhan berpegang dengan agama
dan bersegera mewujudkannya dalam bentuk amal shaleh dan tidak bolehnya
seseorang untuk menunda amal yang pada akhirnya dia terjatuh dalam perangkap
syaithan yaitu merasa aman dari balasan tipu daya Allah Subhanahu Wata’ala.
Hidup harus bertarung dengan fitnah sehingga dengannya ada yang harus menemukan
kegagalan dirinya dan terjatuh pada kehinaan di mata Alllah dan di mata
makhluk-Nya.
Kita memohon kepada Allah yang Maha
Agung, Pemilik Arsy yang mulia agar berkenan memberikan taufik-Nya kepada kita
dan anda sekalian terhadap kebaikan ucapan dan berbuatan, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pelindung dan Maha kuasa atas hal tersebut. Semoga Allah berkenan
mencurahkan shalawat dan salam serta keberkahaan atas Nabi kita Muhammad.
Wallahu
A’lam .
Post a Comment